Monday, February 22, 2010

Dosa Mengumpat

Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:Awaslah daripada mengumpat kerana mengumpat itu lebih berdosa daripada zina. Sesungguhnya orang melakukan zina, apabila dia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya. " Dan sesungguhnya orang yang melakukan umpat tidak akan diampunkan dosanya sebelum diampun oleh orang yang diumpat" (Hadis riwayat Ibnu Abib Dunya dan Ibnu Hibbad)

Disebabkan mengumpat terlalu biasa dilakukan, maka ia Tidak dirasakan lagi sebagai satu perbuatan dosa. Hakikat inilah perlu direnungkan oleh semua. Mengumpat dan mencari kesalahan orang lain akan mendedahkan diri pelakunya diperlakukan perkara yang sama oleh orang lain. Allah akan membalas perbuatan itu dengan mendedahkan keburukan pada dirinya.

Sabda Rasulullah S.A.W. " wahai orang beriman dengan lidahnya tetapi belum beriman dengan hatinya! Janganlah kamu mengumpat kaum muslim, dan jangan lah kamu mengintip-intip keaibannya. Sesungguhnya, sesiapa yang mengintip keaiban saudaranya, maka Allah akan mengintip keaibannya, dan dia akan mendedahkannya, meskipun dia berada dalam rumahnya sendiri" (Hadis riwayat Abu Daud)

Orang yang mengumpat akan mendapat kerugian besar pada hari akhirat. Pada rekod amalan mereka akan dicatatkan sebagai perbuatan menghapuskan pahala.

Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud : " Perbuatan mengumpat itu samalah seperti api memakan ranting kayu kering".

Pahala yang dikumpulkan sebelum itu akan musnah atau dihapuskan seperti mudahnya api memakan kayu kering sehingga tidak tinggal apa-apa lagi. Diriwayatkan oleh Abu Ummah al-Bahili, diakhirat seorang terkejut besar apabila melihat catatan amalan kebaikan yang tidak pernah dilakukannya didunia.

Maka, dia berkata kepada Allah " Wahai Tuhan ku, dari manakah datangnya kebaikan yang banyak ini, sedangkan aku tidak pernah melakukannya". Maka Allah menjawab :" Semua itu kebaikan (pahala) orang yang mengumpat engkau tanpa engkau ketahui".

Sebaliknya, jika pahala orang yang mengumpat tidak ada lagi untuk diberikan kepada orang yang diumpat, maka dosa orang yang diumpat akan dipindahkan kepada orang yang mengumpat. Inilah dikatakan orang muflis diakhirat nanti. Memandangkan betapa buruknya sifat mengumpat, kita wajib berusaha mengelakkan diri daripada melakukannya. Oleh itu perbanyakkanlah zikir supaya dapat menghindarkan diri daripada mengumpat.

Sunday, February 21, 2010

Uwais al-Qarni

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.

Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.

Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatanganNabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Saturday, February 20, 2010

Petua - petua Imam Syafi'e

4 perkara menguatkan badan iaitu:

1. Makan daging
2. Memakai haruman
3. Kerap mandi
4. Berpakaian dari kapas

4 perkara melemahkan badan iaitu:

1. Banyak berkelamin (bersetubuh)
2. Selalu cemas dan gelisah
3. Banyak minum air ketika makan
4. Banyak makan bahan yang masam

4 perkara menajamkan mata iaitu:

1. Duduk mengadap kiblat
2. Bercelak sebelum tidur
3. Memandang yang hijau
4. Berpakaian bersih

4 perkara merosakkan mata iaitu:

1. Memandang najis
2. Melihat orang dibunuh
3. Melihat kemaluan
4. Membelakangi kiblat

4 perkara menajamkan fikiran iaitu:

1. Tidak banyak berbual kosong
2. Rajin bersugi (gosok gigi)
3. Bercakap dengan orang soleh
4. Bergaul dengan para ulama

4 Jenis Cara Tidur dan maksudnya iaitu :

1. TIDUR PARA NABI iaitu Tidur terlentang sambil berfikir tentang kejadian langit dan bumi.

2. TIDUR PARA ULAMA' & AHLI IBADAH iaitu Miring ke sebelah kanan untuk
memudahkan terjaga untuk solat malam.

3. TIDUR PARA RAJA YANG HALOBA iaitu Miring ke sebelah kiri untuk
mencernakan makanan yg banyak dimakan.

4. TIDUR SYAITAN iaitu Menelungkup/tiarap seperti tidurnya ahli neraka.

Wallahualam.

Kisah menarik tentang keperibadian Rasulullah SAW.

Assalamualaikum…

Kita mempelajari sirah nabawiyah bukanlah semata-mat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang berlaku di zaman Nabi SAW, mengetahui perkara-perkara aneh atau indah-indah mahupun perkara tentang kelahiran Nabi, berkahwin dan seumpamanya. Sebaliknya kita ingin mempelajari tindak tanduk, gerak geri dan juga perangai Nabi SAW yang dikenali sebagai “Sirah Nabawiyah”.

1- Nabi dilahirkan secara fitrahnya minat mendidik manusia.

Pernah suatu ketika sewaktu Nabi ingin menunaikan solat berjemaah, lalu Nabi melihat seorang sahabatnya agak kedepan daripada safnya lalu nabi menolak orang itu ke belakang dengan kayu sugi yang dipegangnya itu. Ketika itu jugalah turun Malaikat Jibril menegur Nabi s.a.w. dengan katanya:

“Ya Muhammad, sesungguhnya engkau dibangkitkan sebagai seorang nabi, dan bukannya “Jabbaaran” ( orang yang menyombong diri).”

Walaupun perkara itu adalah biasa bagi kalangan orang arab tetapi Jibril turun mengingatkan Nabi supaya satu cara atau pendekatan yang lebih lemah lembut perlu diperkenalkan kerana Nabi akan menjadi ikutan kepada umatnya sepanjang zaman. Selepas menerima teguran itu Nabi lalu menemui orang itu dan meminta orang itu untuk melakukan kekasaran sebagai balasan perbuatannya itu. Itulah peribadi Rasul yang tidak akan ada pada orang lain melainkan dia menghalusi sirah nabi ini.

2. Nabi bersikap setaraf dengan peringkat umur dan taraf manusia.

Nabi Muhammad SAW diberi gelaran “Aba al-Qasim” yang melambangkan Nabi saw juga seorang bapa yang mithali dan contoh bapa yang penyayang. Nabi memikul tanggungjawab sebagai suami kepada isteri-isterinya dan bapa kepada anak-anaknya. Sekiranya kita beranggapan bahawa Nabi seorang yang serius dalam menghadapi kehidupan rumah tangga, sehingga tidak ada masa untuk bergurau senda dan ketawa bersama isteri-isteri adalah salah, kerana nabi amat mesra dan kehidupan keluarganya sangat meriah.

Pernah suatu ketika setelah Saidatina Aisyah pergi ke Madinah mendapatkan Nabi s.a.w, mereka bertemu dalam suasana keriangan bersenda gurau sambil berkejar-kejaran. Ini kerana Saidatina Aisyah ketika dikahwini masih berumur 9 tahun dan ketika bertemu baginda di Madinah beliau berumur 12 tahun. Jarak umur mereka adalah 44 tahun, dan tiada siapa menjangka bahawa Nabi masih mampu bergurau dengan cara yang selayaknya bagi mereka yang muda kerana ketika itu umur baginda sudahpun menjangkau 53 tahun.

Friday, February 19, 2010

Manfaat ilmu cara terbaik hargai jasa guru

GURU insan yang bertanggungjawab mendidik dan memimpin masyarakat. Guru banyak menyumbangkan khidmat membangunkan bangsa dan negara, lebih-lebih lagi membentuk sahsiah pelajar.

Oleh itu, guru perlu mempunyai sahsiah yang baik untuk dicontohi pelajar dalam pembentukan sahsiah mereka. Prof Mohd Kamal Hasan menjelaskan: “Contoh teladan pendidik ini yang banyak membantu pembentukan akhlak pelajar.


Mereka yang seharusnya terlebih dulu dilengkapi ciri akhlak mulia walaupun masyarakat kurang menghargai watak yang berbudi luhur.”

Abdul Halim al-Muhammadi pula menjelaskan, guru ialah ejen kepada keberkesanan pendidikan. Walau sebaik manapun sistem pendidikan, maksud yang ingin disampaikan tidak mencapai matlamatnya jika ejen yang menyampaikan tidak efektif. Kejayaan dan keberkesanan pendidikan berhubung rapat dengan kesedaran guru terhadap tanggungjawab, kelengkapan ilmunya dan keluhuran peribadinya. Kesepaduan antara kemahiran keilmuan dengan keluhuran peribadi adalah kriteria peribadi pendidik yang tidak boleh dipisahkan, sebaliknya jadi contoh berkesan.


Dapat dikatakan, guru bertanggungjawab membentuk tamadun manusia melalui penyebaran ilmu. Jasa guru amat besar, begitu juga pengaruh mereka mendidik serta membimbing pelajar mencapai kecemerlangan hidup. Islam memberi penghormatan yang tinggi kepada guru. Mereka bukan saja berperanan memberi kesedaran kepada diri sendiri, juga kepada kumpulan di bawah bimbingan mereka termasuk dalam hal menjaga hubungan dengan Allah.

Allah berfirman yang bermaksud: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah antara hambanya ialah ahli ilmu.” (Surah Faathir, ayat 28)

Firman Allah lagi yang bermaksud: “Wahai orang beriman, apabila dikatakan kepada kamu berikan sedikit ruang pada majlis, maka berikan ruang, nescaya Allah akan memperluaskan ruang untuk kamu. Allah mengangkat darjat orang yang dikurniakan ilmu kepada mereka dan (ingatlah) Allah itu Maha Mengetahui terhadap apa saja yang kamu kerjakan.” (Surah al-Mujadalah, ayat 11)

Khidmat guru jika dilakukan dengan ikhlas bukan saja dapat melahirkan generasi yang bermanfaat kepada agama, bangsa dan negara, malah membuka peluang kepada guru meraih keberkatan serta reda Allah. Tugas guru adalah amanah yang datang dengan tanggungjawab serta beban berat kerana tidak dinafikan mendidik pelajar daripada usia lima tahun (prasekolah) bukan mudah serta memerlukan kesabaran tinggi. Harapan menggunung diletak pada bahu guru sering kali menimbulkan dilema kerana hakikat mendidik pelajar bukan hanya tanggungjawab guru, sebaliknya perlu mendapat sokongan ibu bapa yang menjadi guru di rumah.

Sesungguhnya, amanah menyampaikan ilmu adalah tanggungjawab yang dipersoalkan pada akhirat kelak. Rasulullah SAw bersabda yang bermaksud: “Setiap kamu ialah pemimpin dan setiap kamu juga bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.” (Hadis riwayat at-Tirmizi)

Kedudukan profesion perguruan dalam agama cukup jelas. Segala ilmu disampaikan guru kepada pelajar akan dipertanggungjawabkan pada hari akhirat. Di sini peranan guru meningkatkan usaha serta kreativiti supaya proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara berkesan. Justeru, pengorbanan dan kesungguhan guru menghadapi cabaran perlu dibalas dengan kejayaan pelajar menterjemahkan ilmu disampaikan dalam kehidupan mereka. Itulah hadiah paling berharga bagi guru.

Segala penat lelah terbalas apabila melihat pelajar yang dididik serta dibimbing penuh kasih sayang mencapai kejayaan dalam pelajaran seterusnya mencapai kecemerlangan. Justeru, guru perlu diberi penghormatan tinggi selari penghormatan diberikan Islam.

Bagi guru atau pendidik, mereka tidak pernah mengharapkan hadiah bertimbun setiap kali sambutan Hari Guru kerana harapan mereka biar anak didik menjadi insan berilmu dan berguna, seterusnya menyumbang khidmat bakti kepada negara. Guru mengerti usaha mendidik dan membangunkan insan bukan mudah. Meskipun begitu, semangat mereka tidak pernah luntur malah terus berusaha menyusun langkah meneruskan perjuangan demi memikul amanah Allah.

Demikianlah antara peranan guru ketika ini. Mereka bukan saja menjadi ‘qudwah hasanah’ (contoh terbaik) kepada masyarakat, bahkan peranan mereka lebih terbukti apabila negara kita berjaya melahirkan sumber tenaga manusia dalam pelbagai bidang.

Tanggungjawab dan peranan guru tidak dapat dipertikaikan biarpun kadangkala mereka dipersalahkan apabila berlaku kes keruntuhan akhlak di kalangan remaja. Kecekapan dan keberkesanan peranan guru menerusi sistem pendidikan mampu membina negara bangsa yang berjaya. Guru mempunyai peranan dalam pembinaan kebangsaan (termasuk perpaduan dan integrasi), pembangunan negara dan perkhidmatan kepada masyarakat.

Aspek pembinaan negara bangsa ini yang dijadikan tema sambutan hari guru pada tahun ini iaitu ‘Guru Pembina Negara Bangsa’. Tema ini bermatlamatkan memperkasakan peranan guru dalam mewujudkan pembangunan modal insan. Pemilihan tema ini sesuai dan tepat dengan peranan guru menjadi harapan bagi memastikan pembentukan jati diri pelajar yang kukuh, berdaya saing, berkeyakinan tinggi dan berpegang teguh kepada agama dan nilai sejagat.

Sajak Untuk Ibu

Detik masa terus berlalu tanpa menanti sesiapa dan semakin hari umur kita pun akan meningkat bersama pengedaran masa. Kita semua dilahirkan di dunia ini melalui seorang yang bernama ibu. Begitu besar peranan dan jasa insan yang bernama ibu ini. Oleh itu renungkanlah sejenak apakah yang telah kita lakukan untuk membalas segala budi ibu ini. Sekurang-kurangnya peluk dan ciumlah ibu masing-masing yang dapat berjumpa atau sekurang-kurangnya telefon ibu bagi mereka yang duduk berjaya


Gugurnya kelopak itu...


Tunas itu mula bercambah,
Sekian lama tertanam di pelosok gentian,
Menjalar robek sinar mentar,
Walau halangan datang menerpa.

Tunas itu mula berkembang,
Kembangnya sekuntum mawar,
Bagai si puteri bangkit beradu,
Walau saingan menyerang tiba.

Si mawar mula mewangi,
Semerbak harum menusuk kalbu,
Ayuan merah kelopak menawan,
Lambaian hijau daunan menenang.

Lembut tubuh bersalut duri,
Membangkit cemburu iri sang flora,
Menzahir gerun takut sang fauna,
Hanya si kumbang gagah tiada gentar.

Ibu dikaulah mawar itu,
Yang kupujai tiap waktu,
Yang kurindui wajahmu,
Yang kukagumi ketabahanmu.

Cekal hati mendidik daku,
Sabar murni melayan kerenah anakmu,
Tiada kedengaran sepatah keluhan,
Tiada kelihatan setitip kemarahan.

Kini mawar itu kian layu,
Perlahan dimamah arus usia,
Gugur sudah si ayu kelopaknya,
Hilang sudah lambaian daunannya.

Segamit memori ku kenangi,
Setulus kasih ku dambai,
Potret wajahmu ku tatapi,
Sebuah kehilangan yang tiada ganti



Thursday, February 18, 2010

Penghayatan Sembahyang

Sebagaimana yang tercatat dalam hadis, sembahyang merupakan tiang agama Islam. Kewajipan sembahyang yang ditetapkan oleh Allah S.W.T sebenarnya mempunyai nilai-nilai kerohanian yang tinggi terhadap jiwa seseorang Muslim. Namun begitu, nilai-nilai tersebut hanya dapat dicapai oleh seseorang yang khusyuk dalam sembahyangnya, tanpa mengingati perkara-perkara lain selain daripada Allah S.W.T semata-mata.

10 PESAN RASULULLAH SAW

Ada sepuluh pesan Rasulullah saw yang mengajarkan kita praktis mengusir iblis dan bala tentaranya jika menyerang kitadengan rayuan-rayuan yang menyebabkan
kita terjerumus kedalam jurang kehinaan tanpa kita sadari dengan memanfaatkan
titik kelemahan kita .
Mari kita memperhatikan pesan-pesan kenabian
tersebut yang tertuang dalam bentuk dialog antara manusia dan setan ;

1. Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Anakmu mati". Katakan kepadanya:
"Sesengguhnya makhluk hidup diciptakan untuk mati, dan penggalan dariku
(putraku) akan masuk surga. Dan hal itu membuatku gembira".

2.Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Hartamu musnah".Katakan kepadanya:
"Segala puji bagi Allah Zat Yang Maha Memberi dan Mengambil, dan menggugurkan atasku kewajiban zakat".

3. Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Orang-orang menzalimimu sedangkan kamu tidak menzalimi seorang pun".Maka, katakan kepadanya :"Siksaan akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim dan tidak menimpa orang-orang yang berbuat kebajikan ( Mukhsinin)".

4. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Betapa banyak kebaikanmu", dengan tujuan menjerumuskan untuk bangga diri (Ujub). Maka ia katakana kepadanya :"Kejelekan-kejelekanku jauh lebih banyak dari pada kebaikanku".

5. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Alangkah banyaknya shalatmu". Maka katakan :"Kelalaianku lebih banyak dibanding shalatku".

6. Dan jika ia datang dan berkata :"Betapa banyak kamu bersedekah kepada orang-orang". Maka katakan kepadanya :"Apa yang saya terima dari Allah jauh lebih banyak dari yang saya sedekahkan".

7. Dan jika ia berkata kepadamu :"Betapa banyak orang yang menzalimimu". Maka katakan kepadanya :"Orang-orang yang kuzalimi lebih banyak".

8. Dan jika ia berkata kepadamu :"Betapa banyak amalmu". Maka katakana :"Betapa seringnya aku bermaksiat".

9. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Minumlah minum-minuman keras!" Maka katakan :"Saya tidak akan mengerjakan maksiat".

10. Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Mengapa kamu tidak mencintai
dunia ?" Maka katakan :"Aku tidak mencintainya dan telah banyak orang lain yang tertipu olehnya".

Dimana Allah?

Tuduhan yang sering dilemparkan oleh Ahlul Bid'ah terhadap Ahlus Sunnah adalah tuduhan tajsim (menjisimkan) dan tasybih (menyamakan) zat Allah dengan makhluk. Apa yang lebih malang, syubhat-syubhat ini dibuat dengan mendatangkan fakta-fakta yang mengelirukan, malah lebih mendahulukan akal daripada nas-nas sohih. Contohnya dalam masalah istiwa' Allah atas 'Arasy. Sebahagiannya menuduh Ahlus Sunnah menisbatkan Allah itu berhajat kepada makhluk, mentajsimkan zat Allah dan sebagainya. Sebelum itu, mari kita perhatikan hadith-hadith yang menyokong hujah bahawa Allah S.W.T. istiwa atas 'Arasy.


Hadith pertama :

Mu'awiyah bin Al-Hakam As-Sulaimi r.a. meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW telah bertanya kepada seorang hamba wanita "Di manakah Allah?" Hamba itu menjawab : "Di atas langit". Baginda bertanya lagi, "Siapakah saya?" Hamba itu menjawab "Anda Rasulullah SAW", Maka baginda bersabda, "Bebaskan dia, kerana sesungguhnya dia adalah seorang mukminah"

Apa pula kata Imam Adz-Zahabi?

"Hadith ini sohih, dikeluarkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa'ei, serta tidak hanya satu orang dari kalangan Imam yang memuatkannya di dalam karya-karya mereka. Semua memperlakukannya sebagaimana datangnya, tidak ada yang cuba melakukan tahrif dan takwil"(manhaj al-Imam Asy-Syafi'e Rahimahullah Ta'ala fii Itsbat al-Aqidah;Dr. Muhammad bin A.W. al-'Aqil, ms.431, Aina Allah;Hairi Nonchi ms. 14)

Dalam surah Thoha ayat ke 5 ada menyatakan mengenai perihal istiwa Allah atas 'Arasy.

"Iaitu (Allah) Ar-Rahman, Yang bersemayam di atas Arasy"


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah r.a.

"Sifat ini disebutkan oleh Allah di tujuh tempat dalam kitabNya dan kita meyakini apa yang telah ditegaskan oleh Allah terhadap diriNya, bahawa Dia benar-benar bersemayam dengan sifat bersemayam yang layak bagiNya" (Syarah al-Aqidah al-Wasatiyyah, Ibnu Taimiyyah, oleh Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahfi al-Qahthaniy, ms 53-54)

Begitu juga dengan ayat dalam Surah al-A'raf ayat 7 yang bermaksud :

Maka Sesungguhnya Kami (Allah) akan menyoal umat-umat Yang telah diutuskan Rasul-rasul kepada mereka, dan Sesungguhnya Kami akan menyoal juga Rasul-rasul .

Sehubungan dengan ayat itu, beginilah pendapat yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Kathir :

"Sehubungan dengan ayat ini, para ulama mempunyai banyak pendapat. Namun sehubungan dengan ini, kami hanya meniti cara yang dipakai oleh mazhab ulama Salaf As-Soleh seperti Malik, Auza'i, As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa'd, As-Syafie, Ahmad, dan Ishaq Ibnu Rahawaih serta lain-lainnya dari kalangan para imam kaum muslimin, baik yang terdahul mahupun yang terkemudian. Iaitu dengan tanpa memberikan gambaran, penyerupaan, juga tanpa mengaburkan pengertiannya"(Tafsir Ibnu Kathir, juz 8, ms 353)

Adakah dengan penetapan Allah istiwa' atas 'Arasy menyebabkan kita menyerupakan Allah dengan makhluk??

Lihatlah jawaban Imam Ibnu Kathir :

"Semua apa yang digambarkan oleh Allah SWT mengenai diriNya, juga apa yang digambarkan oleh RasulNya bukanlah termasuk dalam pengertian penyerupaan (tasybih). Jelasnya, barangsiapa yang meyakini Allah sesuai dengan apa yang diwahyukan melalui ayat-ayat yang jelas dan hadith-hadith yang sahih, kemudian diertikan sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan dari zat Allah sifat-sifat kekurangan, maka dia telah memperoleh hidayah
(Tafsir Ibnu Kathir, juz 8, ms 354)

Sesungguhnya penetapan Allah Istiwa di atas 'Arasy bukanlah bermakna kita menjisimkan Allah dan sebagainya seperti yang didakwa oleh sesetengah pihak. Malah, ingatlah bahawa tiada suatupun yang menyerupaiNya. Janganlah kita menggunakan akal dalam mencari kesempurnaan Allah sehingga mengingkari nas-nas dan wahyu Allah SWT.

Firman Allah SWT dalam surah Asy-Syura : 11 yang bermaksud ;

"Iaitu kaum Firaun; tidakkah mereka mahu mengawal diri dari kemurkaanKu?"

Mudah-mudahan kita akan sentiasa beroleh taufik dan hidayahNya. Insya AllahßôÏ

Selamat Bercuti !!